PILAR PENTING PENYANGGA RUMAH TANGGA
Apa saja sih pilar penyangga yang kokoh bagi kelanggengan sebuah perkawinan? Benarkah cinta bisa diandalkan? Sepenuhnya ditentukan oleh kelimpahan materi? Bagaimana soal komitmen dan tanggung jawab? Seberapa penting aspek kepribadian kedua belah pihak? Bagaimana dengan hal-hal lain, bisakah diabaikan?
Proses menimbang-nimbang memang seharusnya sudah dimulai sebelum suami-istri memasuki gerbang pernikahan. Meski ia tak menyangkal banyak pasangan yang tidak “sempat” melewati proses seleksi.
Meminjam istilah anak zaman sekarang, ada tahapan yang mesti dilalui, yakni koleksi, seleksi, baru resepsi. Akan tetapi ada baiknya kita tidak perlu lagi menoleh ke belakang hanya untuk mempertanyakan apakah tahapan-tahapan tersebut sudah dilalui atau belum. Sebaiknya lihat saja ke depan. Komitmen dan kesungguhan suami istrilah yang paling dibutuhkan begitu janur kuning sudah dipasang melengkung.
Pilar-pilar yang dibutuhkan demi kokohnya sebuah pernikahan memang tidak sedikit. Berikut di antaranya:
1. Latar belakang keluarga
Tak bisa dipungkiri, latar belakang keluarga kedua belah pihak pastilah
memegang peran penting. Yang termasuk di sini antara lain suku, bangsa, ras,
agama, sosial, kondisi ekonomi, pola hidup dan sebagainya. Namun bukan berarti
pasangan dengan latar belakang yang sangat berbeda dan bertolak belakang tidak
mungkin bersatu. Hanya saja mereka mesti lebih siap dituntut berupaya lebih
keras dalam proses penyesuaian diri.
2. Kesetaraan
Kesetaraan akan mempermudah suami
istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Adanya kesetaraan dalam banyak
hal dapat meminimalkan masalah yang mungkin timbul. Kesetaraan ini antara lain
meliputi kesetaraan pendidikan, pola pikir dan keimanan.
3. Karakteristik individu
Setiap individu memiliki karakteristik yang unik dan ini menjadi salah satu
pilar yang menentukan langgeng tidaknya sebuah rumah tangga. Individu dengan
karakter sulit yang bertemu dengan individu yang juga berkarakter sulit, tentu
lebih berat dalam mempertahankan pernikahannya. Sebaliknya, yang berkarakter
sulit bila bertemu dengan pasangan yang berkarakter mudah, tentu proses
penyesuaian yang harus dijalaninya bakal lebih mulus.
4. Cinta
Jangan anggap sepele kata yang satu ini. Walaupun tidak berwujud, cinta dapat
dirasakan. Pernikahan tanpa cinta bisa dibilang ibarat sayur tanpa garam, serba
hambar dan dingin. Cinta yang dimaksud adalah cinta yang mencakup makna
melindungi, memiliki tanggung jawab, memberi rasa aman pada pasangan dan
sebagainya.
Ada yang bilang, setelah sekian tahun menikah cinta biasanya akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Sementara yang tersisa tinggal tanggung jawab. Benarkah? Tidak harus seperti itu karena cinta bisa dipupuk supaya terus subur. Apalagi menjalani tanggung jawab akan terasa lebih ringan kalau ada cinta di dalamnya. Meski tentu saja, mempertahankan rumah tangga tidak cukup bermodalkan cinta semata!
5. Kematangan dan motivasi
Kematangan suami/istri memang ditentukan oleh faktor usia ketika menikah,
Mereka yang menikah terlalu muda secara psikologis belum matang dan ini akan
berpengaruh pada motivasinya dalam mempertahankan biduk rumah tangga. Namun
usia tidak identik dengan kematangan seseorang karena bisa saja orang yang
sudah cukup umur tetap kurang memperlihatkan kematangan.
6. Partnership
Pilar rumah tangga berikutnya adalah partnership alias semangat bekerja sama di
antara suami dan istri. Tanpa adanya partnership, umumnya rumah tangga mudah
goyah. Selain itu perlu “persahabatan” yang bisa dirasakan keduanya. Coba
bayangkan, alangkah nikmatnya bila masalah apa pun yang menghadang senantiasa
dihadapi bersama dengan seorang sahabat.jadi pasangan bisa sebagai sahabat yg
baik untuk curhat.
Belum Ada Komentar